ACEHZONE.COM | BANDA ACEH – Buya Hamka yang lahir dengan nama lengkap Abdul Malik Karim Amrullah, dikenal sebagai sastrawan Indonesia, budayawan, serta ulama.
Nama Buya Hamka seakan sudah tidak asing didengar. Menurut catatan sejarah, ia memiliki banyak peranan penting pada bangsa. Dirangkum berbagai sumber, berikut profil Buya Hamka serta jejak kariernya yang masih bisa dikenang.
Profil Buya Hamka
Buya Hamka atau Abdul Malik Karim Amrullah, lahir di Agam, Sumatra Barat, pada 17 Februari 1908. Ia merupakan putra dari pasangan Abdul Karim Amrullah dan Sitti Shafiah.
Kehidupan pribadi Hamka dididik penuh dalam ajaran Islam karena ayahnya seorang ulama di tanah Minangkabau. Sementara ibunya berlatar dari keluarga seniman.
Selama tinggal di Padang Panjang keseharian Hamka banyak mempelajari tentang ilmu Alquran sesuai adat Minang.
Ketika remaja, sang ayah sempat mendaftarkannya ke Thawalib Sumatra yaitu sekolah Islam modern pertama di Indonesia.
Namun ia memutuskan pindah ke Jawa Tengah pada 1922 untuk merantau dan belajar tentang pergerakan Islam modern ke sejumlah tokoh. Salah satunya H.O.S Tjokroaminoto.
Setelah cukup lama merantau, Hamka kembali ke Padang Panjang dengan fokus mengurus Persyarikatan Muhammadiyah.
Dikarenakan pada masa itu ia belum bergelar diploma, Hamka melanjutkan pendidikan bahasa Arab sekaligus belajar mengkaji lebih dalam ilmu agama Islam ke Mekkah.
Atas saran salah seorang teman dari Indonesia yang juga berada di Mekkah yaitu Agus Salim, Hamka kembali pulang ke Tanah Air untuk berkarier sebagai penulis.
Jejak Karier Buya Hamka
Masih tentang profil Buya Hamka, ia diketahui pernah berkarir di banyak bidang. Terutama yang berkaitan dengan penulisan dan agama Islam.
Setelah pulang dari Mekkah, Hamka bekerja sebagai penulis di Majalah Pelita Andalas, Medan, Sumatra Utara. Ia pun banyak membuat karya tulisan dan artikel.
Usai menikah dengan Siti Raham, Buya Hamka aktif berkecimpung dalam kepengurusan Muhammadiyah dan menjabat sebagai ketua cabang Padang Panjang.
Kariernya semakin meluas karena nama Abdul Malik Karim Amrullah dipilih menjadi Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI) pertama pada 1975 dan menjabat selama 5 tahun.
Tahun-tahun sebelumnya ia juga pernah memimpin anggota Majelis Darurat pada masa pendudukan Jepang untuk menangani persoalan pemerintahan dan Islam.
Karya Sastra Buya Hamka
Buya Hamka adalah seorang otodidak dalam berbagai ilmu pengetahuan, mahir berbahasa Arab, dan banyak meneliti karya-karya pujangga besar dari Timur Tengah.
Saat bekerja di majalah, ia merilis karya tulisan pertama bertajuk Chatibul Ummah yang berisi kumpulan pidato dari yang pernah didengarnya di Surau Jembatan Besi.
Kemudian ada Tafsir Al-Azhar karya Buya Hamka. Dalam bagian isinya terdapat ceramah atau kuliah subuh yang pernah ia sampaikan di Masjid Agung Al-Azhar sejak 1959.
Lahir dan besar di tanah Minang membuatnya banyak tahu akan adat dan tradisi di sana, sehingga terbitlah sebuah novel klasik berjudul Di Bawah Lindungan Ka’bah.
Novelnya berisi tentang pandangannya mengenai pola pikir orang yang suka mengelompokkan berdasarkan kasta. Sebab menurutnya hal itu bertentangan dari Islam.
Di mata Buya Hamka semua orang memiliki kedudukan sama di mata Allah. Kisah novel Di Bawah Lindungan Ka’bah berhasil diangkat ke layar lebar pada 1982-2011.
Kemudian ada novel roman karya Buya Hamka berjudul Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck yang juga terkenal bahkan dijadikan film pada 2013.
Penghargaan Buya Hamka
Kiprahnya di berbagai bidang ini membuat ketokohan Buya Hamka banyak dikenal orang berkat pemikirannya yang membawa pengaruh baik serta menciptakan sejumlah karya.
Ilmu pengetahuannya tinggi, berkarakter peduli kepada sesama umat, menjadikannya tidak hanya terkenal di kalangan nasional saja, melainkan hingga ke Malaysia dan Timur Tengah.
Bahkan Perdana Menteri Malaysia Tun Abdul Razak pernah mengatakan bahwa Buya Hamka bukan hanya milik bangsa Indonesia, tapi juga kebanggaan bangsa Asia Tenggara.
Mengutip profil Buya Hamka di laman Muhammadiyah, beliau wafat pada 24 Juli 1981, dikebumikan di TPU Tanah Kusir, Jakarta Selatan, mendapat penghargaan Pahlawan Nasional.
Untuk mengenang jasanya, nama Buya Hamka pun diabadikan sebagai nama perguruan tinggi yaitu Universitas Muhammadiyah Hamka.