Header web MDJ (1166 × 390 piksel)
Header Web ACI (1166 × 390 piksel)
Acehzone.com (1166 × 390 piksel)
previous arrow
next arrow

Home / Aceh / Bisnis

Rabu, 24 Mei 2023 - 11:16 WIB

Majelis Ulama Aceh Tak Setuju Bank Konvensional Masuk Lagi ke Serambi Makkah

BANDA ACEH, ACEHZONE.COM – Majelis Permusyawaratan Ulama (MPU) Aceh tidak sepakat soal wacana ingin mengembalikan bank konvensional, buntut dari masalah gangguan layanan Bank Syariah Indonesia (BSI) yang terjadi sejak sepekan terakhir.

Menurut Ketua MPU Aceh, Tgk H Faisal Ali, gangguan layanan yang terjadi pada BSI bukan berarti harus merevisi Qanun Lembaga Keuangan Syariah (LKS) yang sudah terbentuk dan berjalan di Aceh.

“Kita tetap tidak sependapat, kita akan menolak siapapun yang membahas itu. Kalau ada permasalahan teknis, ya teknis itu yang kita dorong. Jangan sampai ada permasalahan di teknis kenapa qanunnya yang kita rombak, bank konvensional yang kita undang, salah itu,” katanya pada kumparan, Rabu (17/5).

Dikatakan Faisal, bila Qanun tersebut diperbaiki justru memperkuat LKS maka pihaknya tidak mempermasalahkan. Bukan malah sebaliknya mendorong atau memberi peluang bagi bank konvensional masuk kembali ke Aceh.

“Itu akan bertolak belakang dengan hasil Qanun yang telah dibahas secara bersama-sama,” ujarnya.

Karena itu, Ketua MPU yang akrab disapa Lem Faisal tersebut, meminta Pemerintah Aceh untuk bertanggung jawab dan menjaga Qanun LKS. “Kalau ada tikus yang bermasalah di rumah, bukan rumahnya yang dibakar tapi tikusnya yang dibunuh,” ucapnya.
Faisal berkeyakinan kalaupun ada kekurangan di sistem perbankan syariah, harus diperbaiki. Bukannya mengundang bank konvensional yang riba.

“Mengundang bank riba ke Aceh sama halnya kita membenci terhadap ajaran-ajaran agama, dan kalau tidak komitmen menjalankan ajaran agama itu bahaya, dosa itu. Bahkan bukan hanya dosa, tapi juga berpotensi kadang-kadang kepada murtad,” lanjutnya.

Baca Juga :  Ini Makna Po Meurah Maskot PON XXI Aceh-Sumut 2023

Sementara itu, Ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPRA) Saiful Bahri, menjelaskan wacana revisi Qanun nomor 11 Tahun 2018 tentang Lembaga Keuangan Syariah (LKS) bertujuan untuk menyempurnakan produk hukum tersebut.

Menurutnya, Qanun LKS merupakan produk Pemerintah Aceh dan DPRA yang telah melalui berbagai proses hingga disahkan dan diberlakukan di Aceh. Akan tetapi, dalam perjalannya, terdapat beberapa kelemahan dalam implementasi dan kebijakan dari produk hukum itu sendiri.

“Sehingga tidak salah juga apabila DPRA dan Pemerintah Aceh kemudian berinisiatif untuk melakukan beberapa perubahan demi kesempurnaan dan kemaslahatan umat,” kata Saiful dalam keterangan tertulisnya.

Saiful mengungkapkan, wacana perubahan Qanun tersebut seyogya tidak disikapi negatif karena wacana revisi tersebut bukan untuk menghapus atau menghilangkan sistem keuangan syariah di Aceh.

“Tidak ada keinginan mengubah syariat Islam, melainkan untuk memberikan pilihan bagi warga Aceh dalam menggunakan jasa lembaga keuangan,” tuturnya yang akrab disapa Pon Yahya.

Selama ini, kata Pon Yahya, banyak warga Aceh menggunakan BSI setelah hengkangnya beberapa bank konvensional. Masyarakat juga beranggapan hanya BSI dan Bank Aceh Syariah (BAS) yang dapat digunakan jasanya dalam menyimpan uang.
Padahal, di Aceh masih memiliki sejumlah bank lain yang menerapkan sistem syariat dan tetap beroperasi setelah berlakunya Qanun Nomor 11 Tahun 2018 tentang Lembaga Keuangan Syariah (LKS).

Dia mencontohkan seperti bank BCA Syariah, Bank Muamalat, Bank Maybank Syariah, Bank Danamon Syariah, Bank BTN Syariah, Bank CIMB Niaga Syariah, Bank BTPN Syariah, dan Bank Mega Syariah.

Baca Juga :  Pemkab Bener Meriah Salurkan Bantuan Logistik Untuk Korban Bencana Di Kecamatan Syiah Utama

“Pada prinsipnya saya setuju agar bank yang menganut sistem syariah tetap kita pertahankan di Aceh, tetapi juga turut memberikan peluang bagi bank konvensional untuk beroperasi,” tegasnya.

Menurutnya dengan adanya pilihan tersebut, masyarakat akan diberikan pilihan dalam menggunakan sistem bank seperti apa untuk melakukan transaksi ekonomi di Aceh.

“Jika pun nanti bank konvensional kembali beroperasi di Aceh, tetapi pelayanan bank-bank syariah jauh lebih baik dengan adanya kejadian seperti yang dialami BSI dalam beberapa hari terakhir, warga Aceh kan tetap bertahan untuk menggunakan jasa keuangan bank sistem syariah,” ungkapnya.

Pon Yaya menganggap tidak ada yang salah dengan adanya keinginan untuk mengubah produk hukum buatan manusia, selama itu bertujuan untuk mendapatkan hal lebih baik. Wacana perubahan Qanun LKS juga bukan untuk menghapus substansi syariat Islam yang terkandung di dalamnya.

Dia juga tidak mempermasalahkan jika DPR Aceh berniat hendak mengubah produk hukum yang telah disahkan. Menurutnya, itu bukan hal tabu seperti halnya mengamandemen Undang-Undang.

“Kalau LKS mau diubah oleh dewan, tidak ada urusan dengan menjilat ludah sendiri. Setiap keputusan yang salah memang harus dikoreksi lagi, dan karena kita masih manusia, sangat wajar jika membuat kesalahan. Yang tidak wajar, kalau kita tahu salah, tapi tidak mau mengoreksi,” pungkasnya.

Sumber : Kumparan.com

Share :

Baca Juga

Pohon Tumbang Timpa Mobil Warga Banda Aceh Acehzone.com

Aceh

Pohon Tumbang Timpa Mobil Warga Banda Aceh
Dinsos Aceh Pastikan Seluruh Daerah Banjir Diberikan Bantuan Masa Panik Acehzone.com

Aceh

Dinsos Aceh Pastikan Seluruh Daerah Banjir Diberikan Bantuan Masa Panik
Tahun ini Aceh Berangkatkan 4378 Jemaah Calon Haji Acehzone.com

Aceh

Tahun ini Aceh Berangkatkan 4378 Jemaah Calon Haji
Anggota DPR RI Minta Polda Aceh Selesaikan Kasus Pengancaman Acehzone.com

Aceh

Anggota DPR RI Minta Polda Aceh Selesaikan Kasus Pengancaman
Dua Gampong di Aceh Besar Terendam Banjir Acehzone.com

Aceh

Dua Gampong di Aceh Besar Terendam Banjir
Sabang Car Free Day Kembali Digelar Acehzone.com

Aceh

Sabang Car Free Day Kembali Digelar
Tangani Sampah di Aceh, PKK Gandeng Disbudpar dan Bank Sampah Acehzone.com

Aceh

Tangani Sampah di Aceh, PKK Gandeng Disbudpar dan Bank Sampah
DPR Aceh Kecam Keras Pembakaran Al Qur’an di Swedia Acehzone.com

Aceh

DPR Aceh Kecam Keras Pembakaran Al Qur’an di Swedia