ACEHZONE.COM | BANDA ACEH – Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Kadisbudpar) Aceh, menggelar pertemuan dengan komunitas pecinta alam dan pegiat ekowisata yang ada di Banda Aceh dan Aceh Besar, Senin (24/10).
Pertemuan yang digelar di History Cafe, Komplek Museum Aceh tersebut, dalam rangka memajukan, sektor destinasi ekowisata. Bahkan, kegiatan begitu akrab itu, peserta menyampaikan masukan hingga penjabaran soal potensi bisa dikembangkan.
Kadisbudpar Aceh, Almuniza Kamal mengatakan, pertemuan itu bertujuan untuk menjaring informasi dan masukan terkait persoalan yang dihadapi oleh pegiat ekowisata maupun mahasiswa pecinta alam (Mapala) selama ini menjadi ujung tombak dalam pengembangan ekowisata di Aceh.
“Destinasi begitu hebat dengan kekuatan alamnya yang mungkin tidak dimiliki daerah lain. Lewat pengembangan ekowisata ini justru membuka peluang lain, agar orang-orang datang ke Aceh, tentunya tata nilai yang berbeda,” kata Almuniza.
Menurutnya, perlu ada kolaborasi terkait pengembangan ekowisata di Aceh dengan melibatkan semua komunitas ikut berkecimpung di dunia tersebut, agar inovasi nantinya dijalankan bisa sesuai.
Dalam pertemuan itu, Almuniza juga mencatat semua masukan yang disampaikan oleh peserta, mulai dari sertifikasi pemandu wisata petualangan hingga perencanaan pembuatan masterplan khusus untuk destinasi ekowisata di Aceh.
“Semuanya harus kolaborasi, tanpa inovasi dan adaptasi itu sama juga nol. Bagaimana kita mengemas produk ini sehingga berdaya nilai jual tinggi,” ujarnya.
Untuk itu, Almuniza berharap kepada pegiat ekowisata hingga lembaga Mapala berperan dalam proses tersebut. “Kita juga meminta agar semua komunitas itu, bisa menginventarisir persoalan dimasing-masing lokasi ekowisata yang memang punya potensi untuk dikembangkan,” tuturnya.
Setelah pendataan itu rampung, lanjut Almuniza, nantinya akan dibawa ke forum yang lebih besar lagi hingga menghasilkan output berupa dokumen pengembangan ekowisata serta jadi panduan bersama.
“Dari hasil forum grup diskusi (FGD) nanti, outpunya sebuah dokumen yang jadi rujukan kita bersama. Saya ingin masifkan ekowisata menjadi salah satu ikon pariwisata di Aceh sebagaimana tagline kita ‘Lestarikan Budaya, Majukan Pariwisata’,” ujar Almuniza.
Almuniza menyarankan kepada para peserta diskusi, untuk memilih dua atau tiga destinasi yang akan dijadikan pilot project dalam membangun destasi wisata petualang.
“Kita ambil beberapa lokasi untuk dijadikan pilot project, namun bukan berarti tempat lain kita abaikan,” ucapnya.
Sementara itu, pegiat ekowisata dari Gudang Petualang, E.D. Kesuma Darmi menyampaikan, bahwa pengembangan ekowisata harus memiliki program jangka panjang. Dengan begitu bisa terukur. Disamping itu, ia juga menyinggung soal sertifikasi pemandu wisata petualang sangat minim di Aceh.
Menurutnya, jika pemandu tidak memiliki sertifikasi akan sulit menjual potensi wisata adventure di Tanah Rencong. Sebab, berbicara soal risiko-risiko yang bisa saja terjadi terhadap wisatawan.
“Berbicara soal ekowisata ini, sama halnya bagaimana kita bisa dalam jangka panjang. Membuat sertifikasi pemandu wisata petualang misalnya, tanpa itu kita agak sulit menjual potensi wisata di Aceh. Harus ada standar-standar meminimalisir risiko,” ucapnya.
Pertemuan itu turut diikuti Kabid Pengembangan Destinasi Disbudpar Aceh, Munawir Arifin, perwakilan kantor Taman Nasional Gunung Leuser (TNGL), Mapala Gainpala, Mapala Caniva, Mapala SMAK, Mapala Leuser. Mapala Metalik, Hiwapatala Aceh, Mapala Pandayana, Wahana Lestari adventure, FMI-Aceh, FPTI-Aceh Besar, Kahawa Adventure, dan Mapala Stik Pante Kulu.