JAKARTA, ACEHZONE.COM – Anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) Republik Indonesia (RI) asal Aceh, Sudirman atau akrab disapa Haji Uma menyoroti kebijakan distribusi kuota Bahan Bakar Minyak (BBM) bersubsidi serta Dana Otonomi Khusus Aceh (Doka).
Sorotan itu disampaikan Haji Uma, dalam rapat Komite IV DPD RI bersama Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Kementerian PPN/Bappenas) di DPD RI, Senayan, Jakarta Pusat, Rabu (18/1).
Dihadapan Menteri PPN/Bappenas RI Suharso Monoarfa, Haji Uma meminta penjelasan terkait skema penghitungan kuota BBM bersubsidi serta menyangkut terbitnya Surat Edaran (SE) dari Pemerintah Aceh, tentang Pengendalian Pendistribusian Bahan Bakar Minyak Tertentu Solar Subsidi di wilayah Aceh.
“Terkait kuota BBM bersubsidi, bagaimana skema penghitungannya. Karena tahun lalu dengan anggaran mencapai Rp650 triliun, tapi BBM bersubsidi habis di tengah jalan. Kemudian mohon penjelasan soal SE Pemerintah Aceh, itukan domainnya pusat dan apakah tidak tumpang tindih aturan atau bertentangan,” kata Haji Uma dalam siaran pers yang diterima.
Haji Uma menambahkan, mestinya yang berhak menerbitkan regulasi terkait pengendalian BBM bersubsidi kementerian terkait berlaku secara nasional, bukannya pemerintah daerah karena dikahawatirkan akan terjadi timpa tindih aturan sehingga memberatkan masyarakat.
“Dengan keluarnya surat edaran pemerintah daerah terkait pembatasan pembelian BBM bersubsidi, dimana setiap kuota yang ditentukan oleh pemerintah ada yang 25 liter permobil ada 40 liter sampai 60 liter per mobil, coba bayangkan ini tentu sangat menyengsarakan masyarakat,” kata Haji Uma.
Kemudian Haji Uma juga menyoroti terkait dana Otsus Aceh terkait adanya titipan pusat, yaitu rencana pembangunan yang ada korelasinya dengan pusat dalam dana tersebut.
“Kita meminta kepada Kementerian untuk bisa mengevaluasi dan mengkaji ulang terkait sistem pengalokasian dana Otsus untuk Aceh dan jangan ada lagi “titipan pusat”, ini akan membuat Aceh susah untuk bergerak dalam memajukan serta memakmurkan rakyatnya,” jelas Haji Uma.
Ia juga berharap, pada dana Otsus jangan ada lagi intervensi dalam hal pembangunan pusat yang dibebankan kepada anggaran tersebut.
“Seperti halnya masalah pendidikan umum yang hari ini dibebankan 20 persen anggaran dari dana Otsus, seharusnya ini menjadi tanggung jawab dari pada dana pusat, oleh sebab itu sektor pendidikan agama yang notabenya syariat islam di Aceh tidak diberikan ruang, seharusnya dana Otsus ini jangan ada lagi intervensi,” harap Haji Uma.
Lanjutnya, diperparah lagi dalam dana Otsus Aceh 60 persen anggarannya untuk provinsi dan 40 persenya lagi dibagikan di setiap kabupaten/kota yang ada di Aceh.
“Jadi fungsi daerahnya dimana, maka disinilah terjadi kecurangan-kecurangan dalam pengelolaan anggaran tersebut, maka ini butuh keseriusan untuk merancang lebih bagus kedepan oleh Menteri, agar Aceh bisa cepat keluar dari provinsi termiskin di Sumatera,” tutup Haji Uma.